Sahabat Walhi Nusantara

Selamat Datang di Blog Sahabat Walhi Nusantara
Google
 


Kuala Kapuas, 27 Oktober 2008

Kepada Yth.

Gubernur Kalimantan Tengah

Bapak Agustin Teras Narang, SH

Di Palangkaraya.
Perihal: Pemerintah Cukup Satu Kali Melakukan Kesalahan Besar,
Eks PLG Untuk Perkebunan Sawit, adalah Bencana ke 2 di Gambut


Dengan hormat,
Bapak Agustin Teras Narang SH, Gubernur Kalimantan Tengah yang kami hormati, awal tahun 1996, situasi mencekam dan porak poranda kawasan gambut yang di terjang proyek PLG 1 juta hektar, sudah berlalu 12 tahun silam. Proyek yang dinyatakan gagal oleh Pemerintah RI tahun 1998, belum lagi pulih dan masih meninggalkan dosa-dosa kemiskinan ditingkat rakyat eks PLG. Hampir lebih 82.000 ribu jiwa rakyat yang mayoritas masyarakat adat Dayak Ngaju, kehilangan harta bendanya, misalnya kebun rotan, beje, kebun karet, hutan adat, sungai, tatah, danau dan tatanan sosial yang berubah menimbulkan kejutan budaya serta korban ketidak adilan lainnya. Belum cukupkah kesengsaraan rakyat ini diberikan kepada rakyat eks PLG atas nama pembangunan untuk kesejahteraan rakyat ? Buktinya, hampir lebih ratusan ribu hektar kebun rotan musnah, puluhan ribu beje musnah, kebun purun, hutan adat, dan sumber-sumber kehidupan lainnya. Bahkan, proyek ini meninggalkan bekas yang cukup mendalam kesengsaraan secara turun temurun.

Cerita diatas adalah fakta-fakta yang tidak dapat dibantah, fakta-fakta yang masih melekat di 82.000 jiwa penduduk di eks PLG Kalimantan Tengah. Untuk itu kami yang bertandatangan dibawah ini adalah Direktur Eksekutif Yayasan Petak Danum (YPD) Kalimantan Tengah dan Dewan Aliansi Rakyat Pengelola Gambut (Dewan ARPAG) yang merupakan organisasi rakyat yang memiliki anggota sebanyak + 7.000 orang tergabung dalam kelompok petani karet, petani rotan, petani beje, dan lembaga ekonomi koperasi Hinje Simpei, menyampaikan salah satu hasil penilaian kami dari laporan-laporan masyarakat dan anggota ARPAG tentang situasi dan kondisi pembangunan di eks PLG 1 juta hektar di Kalimantan Tengah sebagai catatan penting dan protes kepada Bapak Agustin Teras Narang, SH sebagai Gubernur Kalimantan Tengah dalam perkembangan terakhir pengelolaan eks PLG di Kalimantan Tengah.

1. Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PPLG) 1 juta hektar yang di bangun oleh pemerintahan Soeharto tahun 1996, di wilayah Kalimantan Tengah, membawa dampak bencana lingkungan, sosial, ekonomi, budaya dan hukum adat masyarakat adat yang terkena dampak proyek. Kehancuran ini, belum lagi membawa dampak kepulihan masyarakat korban, walaupun terasa berat bagi masyarakat untuk melakukan pemulihan. Kegagalan PPLG yang di nyatakan oleh Pemerintah Pusat pada sekitar tahun 1998 telah menjadi sejarah baru bagi masyarakat adat dayak ngaju yang selama ini memperjuangkan hak-hak wilayah kelola adatnya.

2. Kami sangat menghargai usaha-usaha pemerintah untuk melakukan percepatan rehabilitasi kawasan eks PLG sebagaimana dituangkan dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia (INPRES No 2 Tahun 2007) tentang percepatan rehabilitasi dan Revitalisasi Pengembangan Lahan Gambut (Eks PLG) di Kalimantan Tengah yang dikeluarkan statusnya tanggal 16 Maret 2007. Dalam Inpres Republik Indonesia, perlu diketahui oleh Bapak Agustin Teras Narang SH, bahwa, beberapa hal yang menjadi perhatian kami untuk mengingatkan kembali, bahwa: Kawasan-kawasan kelola masyarakat adat yang mayoritas suku Dayak Ngaju sebagai korban PLG 1 juta hektar, Pemerintah Republik Indonesia telah mengumumkan melalui surat siaran Pers Gubernur Kalimantan Tengah tanggal 5 September 1998 --- kutipan: Lahan-lahan yang dianggap hak ulayat/adat masyarakat [misal 1 – 5 km dari kiri kanan Daerah Aliran Sungai/ DAS yang seyogyanya termasuk dalam tata ruang desa] dikembalikan kepada masyarakat dalam keadaan yang sudah di tata dan siap di olah masyarakat agar mereka dapat berkreasi dalam proses menuju pertanian yang lebih baik. Siaran Pers ini merupakan kelanjutan dari Pernyataan Resmi Menteri Pertanian RI atas nama Pemerintah Pusat kepada media masa bulan Agustus 1998, yang menyebutkan; bahwa, PPLG 1 juta hektar telah gagal dan tidak dilanjutkan, kemudian hal-hal yang menyangkut pemulihan dan perbaikan sumberdaya alam yang telah rusak akan di lakukan segera mungkin dengan membentuk tim terpadu akan diatur kemudian.......menjadi pegangan antar pihak pemerintah dan masyarakat adat dalam penyelesaian sengketa paska PPLG 1 juta hektar.

3. Berdasarkan Keppres No. 80 tahun 1999 Tentang Pedoman Umum Perencanaan Dan Pengelolaan Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah, maka dikeluarkanlah Keputusan Menteri Negara Percepatan Pembangunan KTI Selaku Ketua Harian Dewan Pengembangan KTI Nomor : SK/004/KH.DP-KTI/IX/2002 Tentang Tim Ad Hoc Penyelesaian Eks Proyek Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. Dalam rangka pengembangan wilayah yang berkelanjutan, perlu dirumuskan pendekatan pembangunan di kawasan eks PLG yang disesuaikan dengan daya dukung dan karakteristik ekosistemnya, dengan titik berat pada upaya pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan potensi-potensi di dalam kawasan yang tentunya tidak melanggar hak-hak adat masyarakat adat Dayak Ngaju.

4. Usaha penyusunan master plan pada eks PLG adalah salah satu upaya pemerintah untuk menata ulang kawasan ekk PLG agar dapat dikelola sacara baik oleh sebuah tim penataan ruang. Tetapi nampaknya master plan ini tidak menjawab harapan masyarakat lokal dayak Ngaju di PLG dan mengabaian hak-hak masyarakat adat dayak ngaju atas ruang kelola tradisional yang diakui secara aturan adat. Penyusunan master plan atas dukungan dari lembaga dana luar negeri tidak menempatkan hak-hak masyarakat adat Dayak Ngaju pada sumberdaya alam gambut, tetapi master plan akan menggusur hak-hak kelola masyarakat atas sumberdaya hak ulayat/adat, aset produksi berupa; kebun rotan, kebun karet, hutan adat, beje, sungai, danau, tatah dlsb, yang dikelola jauh sebelum Indonesia Merdeka.

Lebih dari itu, kondisi sekarang, Pemerintah Daerah justru telah menjalankan operasional kegiatan di tingkat lapangan dengan mengeluarkan ijin-ijin perkebunan sekala besar dan pertambangan di eks PLG. Ini merupakan bentuk kegagalan pemerintah daerah dan pusat dalam memahami akan keselamatan rakyat. Yang anehnya, ketidakpahaman aparat pemerintah yang justru datang dari pejabat yang dulunya berasal dari masyarakat adat Dayak Ngaju. Secara tidak langsung, ini tindakan untuk menghapuskan tatanan sosial budaya lokal dan segala bentuk hak-haknya atas warga negara. Bahwa Keberadaan masyarakat Adat telah dijamin oleh Konstitusi UUD 1945.

5. Tanggal 29 Oktober 2008, nilai dollar mencapai + 11.000 rupiah, ini dampak dari bentuk krisis financial global. Tetapi respon krisis dilakukan pemerintah daerah dan pusat lebih membela para pengusaha-pengusaha. Diantaranya Pemerintahan SBY mengeluarkan suntikan dana sebesar 130 Trilyun dan melakukan utang baru terhadao bank dunia. Sementara pemerintah daerah Kalimantan Tengah dengan alasan krisis menetapkan eks PLG untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Padahal situasi ditingkat rakyat eks PLG yang sejak tahun 2000 melakukan kegiatan rehabilitasi lahan atas dukungan dari Yayasan Petak Danum, membuat sawah sederhana, menanam rotan, karet, jelutung, saat krisis ini menghadapi persoalan yang memerlukan dukungan kuat dari pemerintah. Misalnya, harga karet menurut dari harga 7.000 s/d 8.000 per kilogram saat ini harga menjadi 1.500 s/d 2.000 per kilogram, harga rotan dari 200.000 per kuintal turun menjadi 100.000 s/d 120.000 per kuintal. Kondisi harga ini pun para pembeli karet dan rotan tidak mau membeli dengan alasan tidak ada yang meminta komoditas ini untuk eskpor. Situasi ini sebenarnya harus mendapat perhatian pemerintah daerah untuk membantu dan meringankan beban para petani, bukan mengeluarkan ijin perusahaan yang akhirnya akan menggusur kebun karet, kebun rotan dengan alasan semua adalah tanah negara.

6. Perkembangan terakhir sampai hari ini 27 Oktober 2008, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat telah mengeluarkan ijin-ijin baru kepada 23 unit perusahaan perkebunan sekala besar kelapa sawit dengan luas total + 369.400 hektare (ha) dan sebanyak 13 ijin usaha pertambangan dengan total luasan +41.536 ha. Keluarnya ijin-ijin ini merupakan salah satu kegagalan pemerintah Daerah baik ditingkat provinsi dan Kabupaten (Pulang Pisau, Kapuas dan Barito Selatan) dalam menjamin keamanan hutan gambut dan masyarakat adat dayak ngaju di wilayah eks PLG. Pemerintah daerah justru lebih tunduk kepada para investor atau pemodal daripada melindungi rakyatnya yang telah memberikan mandat melalui pemilihan langsung Gubernur dan Bupati bahkan Pemilu. Ini merupakan citra buruk Pemerintahan SBJ – JK dan semua unsur jajarannya ke bawah (Gubernur dan Bupati) yang tidak mampu mempertegas keberpihakannya kepada rakyat yang memberikan kepercayaannya melalui pilkada. Tetapi lebih patuh dan tunduk kepada pemodal yang belum tentu mensejahterakan rakyat, bahkan sebaliknya menciptakan konflik, menciptakan bencana, menciptakan kemiskinan .

Sebelum, keputusan operasional perusahaan perkebunan dan pertambangan di eks PLG, sejak tahun 2005, Yayasan Petak Danum melaporkan, seluas 350.000 hektar dialokasikan untuk perkebunan kelapa sawit sekala besar yang telah dimiliki ijin prinsipnya oleh 19 perusahaan dari Bupati di 3 Kabupaten (Pulang Pisau, Kapuas dan Barito Selatan). Sampai pertengahan 2008 sudah beberapa perusahaan mulai melakukan penjajakan operasional investasi kelapa sawit. Seluas 55.000 hektar. Perusahaan perkebunan kelapa sawit sudah beroperasi yaitu PT. Rejeki Alam Semesta (Desa Sei Ahas Kecamatan Mantangai), PT. Graha Inti Jaya (Mentangai), PT. Pajar Mas Plantation (Perbatasan Wilayah Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas), dan PT. Sepalar Yasa Kartika (Kecamatan Basarang), PT. Kapuas Maju Jaya (Kecamatan Pujon-Kapuas Tengah), PT. Globallindo Agung Lestari (Wilayah Transmigrasi Kecamatan kapuas Murung dan Kecamatan Mantangai - Mangkatip), PT. Duta Barito (Kecamatan Dusun Hilir) dan PT. Kalimantan Ria Sejahtera (Desa Timpah dan Pujon), PT. Karya Luhur Sejati Estate (Desa Bahaur). Kehadiran perusahaan ini sungguh meresahkan warga masyarakat adat Dayak Ngaju di berbagai tempat. Kebun, lahan, hutan, beje, dan lain sebagainya sudah di gusur perusahaan, tidak ada control dari pihak pemerintah daerah Kabupaten dan provinsi. Ataukah ini unsur kesengajaan yang dibuat para pembuat kebijakan dan para pengusaha sawit ?

Kenyataan diatas merupakan bukan hal baru bagi Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, karena, sebelum Inpres No 2/2007 dikeluarkan bulan Maret 2007, sebenarnya sudah ada beberapa perusahaan yang beroperasi di wilayah eks PLG dalam membangun perkebunan kelapa sawit skala besar, walaupun sempat terhenti. Ijin yang dikeluarkan sampai Agustus 2007, menurut laporan Yayasan Petak Danum sebanyak 19 unit usaha perkebunan kelapa sawit sekala besar yang tersebar di semua eks PLG, baik terdapat digambut dalam 3 – 20 meter, maupun di gambut sedang 1 – 3 meter. Pemberian ijin yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah secara serampangan tanpa melakukan peninjauan teknis tingkat lapang dan menegasikan hak-hak masyarakat adat, bertentangan dengan Keppres 32/1990 – tentang wilayah yang dilindungi termasuk wilayah gambut dalam, UU Tata Ruang 26/2007 tentang partisipasi masyarakat dalam penentuan wilayah ruang. Semua aturan ini tidak di indahkan oleh Pemerintah daerah dan malah melakukan pelanggaran yang serius. Bukan pada persoalan ini saja, kegagalan Bapak Gubernur untuk mengawal Inpres No 2/2007 dan mematuhi peraturan yang dibuatnya sendiri merupakan kunci dalam ancaman bencana PLG yang kedua melalui investasi kebun besar kelapa sawit. Pemerintah Daerah ditingkat lokal Kabupaten, telah melakukan perlawanan terhadap Gubenur dan Presiden, dan ini menujukan pemerintahan SBY-JK tidak memiliki wibawa begitu juga jajaran dibawahnya yang hanya tunduk di bawah para pengusaha.

7. Pemerintah cukup melakukan kesalahan hanya satu kali di PLG Kalimantan Tengah, walaupun kesalahan itu tidak pernah meminta maaf yang tulus kepada 82.000 rakyat korban PLG 1 juta hektar. Pengeluaran ijin sebanyak 23 perusahaan perkebunan kelapa sawit seluas + 369.400 hektar (ha) dan sebanyak 13 ijin usaha pertambangan dengan total luasan + 41.536 ha, merupakan pilihan buruk dari pemerintah daerah, dimana, dampak operasi perusahaan yang sangat serius. Berdasarkan laporan masyarakat di beberapa desa yang masuk ke YPD dan ARPAG diantaranya; Masyarakat Desa Kaladan vs PT Graha Inti Jaya, Masyarakat desa Sei jaya Vs PT Globalindo, Masyarakat Desa Sei Ahas vs PT RASR, Masyarakat Desa Mahajandau vs PT. Duta Barito, Masyarakat Desa Lamunti – Tarantang vs PT Graha Inti Jaya, Masyarakat Mantangai vs PT. Globallindo Agung Lestari, Masyarakat Basarang vs PT Sapalar Yasa Kartika. Kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit sekala besar ini mengakibatkan masyarakat adat di Desa-Desa tersebut:

a)Kehilangan sumber mata pencahariannya sebagai bagian dari respon terhadap dampak krisis dan korban PLG.

b)Beberapa perusahaan telah mendapatkan ijin di wilayah gambut dalam (3 – 20 meter) yang merupakan wilayah kelola adat yang dilindungi, tetapi ini terus akan terancam dengan beroperasinya perusahaan.

c)Masyarakat secara turun temurun kehilangan tanah adat, hutan adat, kebun rotan, kebun karet, sungai, tatah, beje dan sumberdaya alam, hak masyarakat adat dayak Ngaju di gusur oleh operasi perusahaan.

d)Sudah terjadi konflik horizontal antar masyarakat yang setuju proyek sawit dan masyarakat yang mempertahankan hak-hak adatnya, Ini terjadi di desa Sei Ahas, Desa Pulau Kaladan, Sei Jaya, dan Mahajandau,

e)Ada upaya intimidasi dari aparat keamanan (Polisi dan TNI) baik oknum maupun institusi resmi kepada masyarakat adat yang mempertahankan hak-haknya, perusahaan didukung aparat birokrasi desa, tingkat Kabupaten melalui Dinas terkait dan legislative yang membela perusahaan kebun sawit.

f)Berkeliarannya para mafia tanah berkerja secara rapi dan terorganisir dari tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten sampai Provinsi bahkan Nasional yang merupakan "kaki tangan" perusahaan kebun sawit di berbagai tempat dengan modus operandi GANTI RUGI atau SANTUNAN secara cara untuk mendapatkan tanah gratis, tanah murah dan untuk mendapatkan tandatangan masyarakat untuk pihak perbankan, disamping itu cara-cara ini sebagai bagian dari persoalan memperkeruh konflik antar warga masyarakat.

g)Munculnya kepentingan aparat Desa dan Kecamatan (yang lebih memihak perusahaan karena bagian dari sistem pemerintahan daerah) dalam mempertahankan wilayah teritotial desa dan kecamatan, sehingga muncul konflik-konflik tentang batas-batas desa yang satu dengan desa lainnya dengan alasan untuk saling mempertahankan wilayah kekuasaannya.

Bapak Gubernur yang kami hormati,
Cerita diatas merupakan fakta dan kenyataan yang ditemui dari situasi kemerdekaan Bangsa ini yang belum berdaulat atas kekayaan sumber-sumber alam untuk benar-benar kesejahteraan rakyat yang dijamin konstitusi negara. Untuk itu, kami menuntut segera kepada Bapak Gubernur Kalimantan Tengah untuk melakukan:

1. Memulihkan hak-hak dasar masyarakat adat Dayak Ngaju di eks PLG Kalimantan Tengah meliputi 3 Kabupaten (Kapuas, Pulang Pisau dan Barito Selatan) untuk mengembalikan dan mengakui hak-hak atas tanah adat/ hak ulayat kiri kanan sungai ()besar dan kecil) sejauh 5 kilometer sebagaimana telah disepakati bersama sejak jaman Penjajahan belanda dan oleh pemerintah Republik Indonesia tahun 1998, ketika pemerintah menyatakan proyek PLG Gagal.

2. Segera Bapak Gubernur Agustin Teras Narang SH, mencabut semua ijin-ijin 23 unit perusahaan perkebunan kelapa sawit dan 13 unit ijin pertambangan yang berada di eks wilayah PLG dan berada diatas tanah adat/ hak ulayat masyarakat adat Dayak Ngaju. Ijin Operasional perkebunan kelapa sawit di eks PLG, saat ini sangat meresahkan dan mencekam ditingkat penduduk pedesaan sebagaimana laporan kasus-kasus yang masuk kepada YPD dan ARPAG.

3. Gubenur segera memberikan perintah kepada aparatur dan segenap jajaran keamanan untuk tidak melakukan inimidasi (menakut-nakuti, ancaman) kepada masyarakat adat dayak Ngaju yang menolak kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan, baik kepada aparat yang di sewa maupun aparat yang ditugaskan berdasarkan wilayah kerjanya masing-masing. Dan segera menertibkan upaya organisasi masa lainnya yang telah menjadi alat para pengusaha untuk melakukan inimidasi.

4. Bapak Gubernur Kalimantan Tengah, harus bertanggungjawab atas terjadinya konflik horizontal antar masyarakat di beberap tempat, misalnya di Desa Kaladan, Sei Ahas, Basarang, Mentangai, dan Sei Jaya antara yang pro dan kontra, karena membiarkan ijin-ijin perusahaan ini bekerja di eks PLG.

5. Bapak Gubernur Agustin Teras Narang, segera merespon secara khusus tentang turunnya situasi harga-harga komoditas hasil petani khususnya eks PLG, umumnya di Kalimantan Tengah. Agar para petani karet, rotan mendapat perlindungan dari Pemerintah Daerah.

6. Gubernur Kalimantan Tengah Bapak Agustin Teras Narang, SH, segera menertibkan para mafia tanah yang berada di tingkat aparat pemerintah, aparat desa, kecamatan, organisasi masa dan para lembaga pemerintah lainnya dalam melancarkan operasi perusahaan perkebunan kelapa sawit sekala besar.

Semua generasi baik sekarang maupun mendatang berhak atas sumber-sumber alam sebagai asset produksi berkualitas dan sehat.Semua orang berhak memperoleh kehidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, agama dan status sosial, yang tetap dijamin hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya yang sama dan anti kekerasan yang dilakukan Negara baik fisik dan non fisik.

Demikianlah surat ini kami sampaikan kepada Gubernur Kalimantan Tengah Bapak Agustin Teras Narang, SH, dan ditembuskan kepada Bapak Presiden Bambang Soesilo Yudhoyono, DPR RI, BPN, Menteri Kehutanan dan Perkebunan serta Bupati dan DPRD di 3 Kabupaten eks PLG Kalimantan Tengah agar mendapat perhatian dan segera melakukan tindakan nyata, bukan janji-janji. Sekian terima kasih.

Hormat kami,


M U L I A D I.
Direktur Esekutif YPD

SE EWALDIANSON
Dewan ARPAG Kalteng
Tembusan disampaikan kepada Yth;
1. Bapak Presiden Bambang Soesilo Yudhoyono
2. Ketua DPR RI di Jakarta
3. DPD Pemilihan Kalimantan Tengah di Jakarta
4. Menteri Kabinet Indonesia Bersatu di Jakarta
5. Ketua BPN di Jakarta
6. KOMNAS HAM di Jakarta
7. Sekretariat Walhi Nasional di Jakarta
8. Sawit Watch di Jakarta
9. Sarekat Hijau Indonesia
10. CSF Nasional
11. Pokja Sawit Multipihak di Palangkaraya
12. Ketua DPRD Kalimantan Tengah di Palangkaraya
13. Bupati dan Ketua DPRD Barito Selatan di Buntok
14. Bupati dan Ketua DPRD Kapuas di Kuala Kapuas
15. Bupati dan Ketua DPRD Pulang Pisau di Pulang Pisau
16. Sekjend Aliansi Masyarakat Adat Kalteng di Palangkaraya
17. LSM-LSM di Kalimantan Tengah
18. Walhi Kalimantan Tengah di Palangkaraya
19. LMDDKT Kalimantan Tengah di Palangkaraya
20. Damang Kepala Adat Barito Selatan dan Kapuas.
21. ----arsip....................

Baca Selengkapnya....

The 10-times Grammy-winning artist, who has sold 20 million albums worldwide has a gig in Jakarta, Indonesia, on Tuesday.

Campaigning organisation Tobacco Free Kids says adverts for the concert act as billboards for tobacco firm Philip Morris International and its Indonesian subsidiary, Sampoerna.
Ms Keys accepted the charity's accusation and insisted action had been taken
to remove the offending adverts.

She said: "When I was informed that my July 31 As I Am concert in Jakarta, Indonesia was partly sponsored by a tobacco company, I immediately asked for an investigation and that corrective actions be taken.

"As a result, the tobacco company has respectfully withdrawn their sponsorship and all billboards, signage and other forms of advertising will be immediately removed."


Giant posters in the Indonesian capital advertised the gig as a "Mild Live Production" - a reference to a cigarette brand produced by Sampoerna. They also carried a large health warning that states: "Smoking can cause cancer, heart attacks, impotence and harm pregnancy and foetal development. "

In the US, Philip Morris USA and other major tobacco companies are prohibited from engaging in brand name sponsorships of concerts under a 1998 legal settlement with the states," said a statement from the charity.

"However, in developing countries, tobacco companies continue to sponsor concerts by famous musicians, which health advocates have condemned as a means to market cigarettes to children and to circumvent restrictions on more traditional tobacco advertising.

The charity said the branding was "inconsistent with (Keys') advocacy for children's health through her involvement in Keep A Child Alive, a campaign to address the HIV/AIDS epidemic in poor countries".

Ms Keys responded that she did not "condone or endorse" smoking and apologised for "any misleading advertising initially associated with the show".

The charity said that about 35% of the Indonesian population smokes, and tobacco use kills more than 200,000 Indonesians each year. An estimated 78 percent of Indonesian smokers started before the age of 19, it added

Baca Selengkapnya....

(Kado Ulang Tahun Untuk Tentara Nasional Indonesia yang ke-62)

M. a h m a d i *)



Angkatan bersenjata republik indonesia

Tidak berguna, diganti saja....

Diganti menwa, ya sama saja...

Lebih baik diganti pramuka.......

** Naik bis kota ga pernah bayar

Apalagi makan diwarung tegal...

Suka gebukin anak orang

Tukang tembaki demonstran.......


Bait bait nyanyian diatas bak sebuah ungkapan kekesalan atas sebuah realitas sosial yang terjadi pada tubuh ABRI pada masa orde baru saat itu. Oknum memang tak tak lepas dari hal itu, namun oknum tadi yang terlalu banyak hingga akhirnya meng-institusi. Luapan kekesalan pada sebuah institusi alat negara yang justru berfungsi sebagai alat penguasa (orba) dibawah pemerintahan soeharto. Penganiayaan, penindasan, intimidasi, bahkan penyerangan adalah keharusan yang diterima bagi kelompok – kelompok yang berani bersuara pada penguasa. Tentara masuk dan menyerang kampus merupakan potret nyata kebiadapan militer. Militer tak ubahnya penguasa bayangan yang selalu siap membunuh, menculik, menganiaya siapa saja yang berteriak.


Reformasi total yang dimotori oleh gerakan mahasiswa pada tahun 1998 salah satunya mengamanahkan pencabutan dwi fungsi ABRI dengan tidak melibatkan ABRI pada ranah politik. Pemisahan POLRI dari TNI yang telah menjadi keputusan Pimpinan TNI sejak 1 April 1999 adalah tonggak reformasi awal ditubuh ABRI. TNI back to barracks adalah keniscayaan bagi TNI dengan pengertiannya back to barracks disini adalah kembali pada peran TNI sebagai Tentara Nasional Indonesia yang berperan sebagai alat negara dibidang pertahanan kedaulatan negara, bukan pertahanan kepentingan – kepentingan para elit negara. sebagaimana tertuang pada pokok – pokok amanat PANGTI TNI 1945; Undang – Undang Dasar negara adalah azas tentara, Undang Undang Dasar negara adalah politik negara; Tentara tidak mengenal suatu paham politik; Tentara hanya membela negara dan paham politik negara; Tentara tidak mengenal kompromi dalam membela negara; Tentara harus berjiwa berkobar-kobar, berkeyakinan sekeras baja, berideologi gemblengan. Disini, politik bagi TNI adalah politik negara, artinya partisipasai politik bagi TNI tidak boleh diterapkan pada tataran politik praktis, tetapi diwujudkan dalam pengabdian dan tanggung jawab berkontribusi konsrtuktif dalam pertahanan negara.


TNI sebagai ujung tombak bela negara tentu harus bisa berperan profesional dan proporsiaonal, sebagaimana tugas pokok bagi TNI: Pertama, mendukung dan mengamankan kepentingan nasional; Kedua, melindungi dan mempertahankan integritas wilayah nasional dari tindakan agresi pihak lawan; Ketiga, mencegah dan mengurangi dampak kerusakan wilayah sebagai akibat dari tindakan musuh; Keempat, memenuhi kewajiban- kewajiban Internasional. jika Jendral Sudirman pernah berkata bahwa “satu – satunya hak milik bangsa yang tetap utuh dan tidak berubah adalah TNI” hendaknya dapat diperankan secara maksimal dengan tidak terlibat atau tepecah oleh kepentingan – kepentingan kelompok dan sesaat. namun berlahan – lahan pemaknaan dari perkataan Panglima Besar tersebut membias, netralitas TNI secara institusi mulai diarahkan pada ranah politik praktis oleh petinggi TNI dan kelompok yang ingin memanfaatkan TNI, disisi lain individu – individu kecil di tubuh TNI dengan bahasa yang lazim “oknum” bermain di bagian pengamanan yang berbeda, yang tak ubahnya “anjing penjaga” untuk harta si “A”.


Yang tak kalah lebih menarik pada tubuh TNI adalah terciptanya stima politik berupa ruang yang begitu besar yang dimiliki oleh petinggi TNI dan purna TNI. Kepentingan politik kekuasaan dari partai – partai politik cenderung mengalokasikan ruang khusus bagi TNI, dengan orientasi eks TNI bahkan TNI aktif yang dianggap punya basic massa/berpengaruh dan mampu mambawa roda partai kearah yang makin berkuasa. Belum merasa puas dengan pemberian ruang tersebut, kini beberapa kalangan elit maupun petinggi TNI itu sendiri mulai membuka ruang untuk hak politik TNI yang salah satunya berhak memilih dan dipilih. Andaikata TNI diikutsertakan dalam pemilu dan menggunakan hak pilih TNI yang utuh, terkomando dan terorganisir dengan moncong senjata ditangan apa yang akan terjadi?, itu pun jika hanya ada satu komando bagaimana jika ada dua atau lebih tentu keutuhan TNI akan pecah dan terpolarisasi hingga yang terjadi adalah Jendral mana yang paling banyak prajuritnya.


Bagaimana dengan bidang bisnis TNI??

Menelusuri bidang bisnis TNI di Indonesia sama halnya dengan membongkar rumah TNI itu sendiri, secara nyata keberadaan institusi TNI Indonesia sejak awalnya tidak bisa lepas dari keberadaan bisnis TNI itu sendiri. Mengingat TNI pada masa grilirya memiliki kemampuan dan mengelola pendanaan sendiri dengan peran gandanya sebagai kekuatan TNI dan kekuatan politik. Meskipun kemudian diberlakukan sistem kebijakan penetapan anggaran TNI sebagai bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun disayangkan bisnis TNI tidak berhenti dengan sendirinya, dalih minimnya alokasi dana dari negara untuk TNI dijadikan legitimasi untuk praktek – praktek bisnis TNI tersebut.


Pada dasarnya bisnis TNI ada dalam berbagai bentuk, level, keterlibatan dan bidang adalah hal yang mudah ditemukan diberbagai tempat diindonesia dan diketahui umum. Persoalannya banyak yang menganggap bahwa hal itu adalah hal yangt biasa dan bisa ditolelir. Tidak banyak yang menilai secara kritis bahwa hal tersebut bertentangan dengan tugas dan fungsi utama TNI dan mengakibatkan hilangnya profesionalisme TNI. Sementata persoalan lain yang tidak pernah dipertanyakan adalah: Kalaupun ada alasan yang membenarkan prakltek bisnis TNI seperti minimnya budget APBN untuk oprasional dan kebutuhan dana untuk kesejahteraan prajurit, apakah bisnis – bisnis tersebut dilaksanakan secara fair??, akuntabel?? dan sesuai dengan alasan pembenaran bisnis TNI??.


Memang, masa transisi ditubuh TNI terus berevolusi, dimana kritikan terhadap TNI masih terus berlangsung, ditengah bangsa ini sedang berada euphoria kebebasan atau bahkan kebablasan. TNI masi mencari – cari bentuk pengabdian yang paling relevan sesuai dengan peran TNI berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia nomor VII/MPR/2000 sebagai alat negara dalam fungsi pertahanan negara, disamping itu juga TNI harus menyadari bahwa bangsa ini pun tengah berevolusi untuk mencari bentuk tatanan Indonesia yang ideal demokratis dan modern. Dengan demikian TNI dalam evolusinya mampu lebih profesional dalam pelaksanaan perannya dengan selalu memperhatikan perubahan hal – hal sebagai berikut:

1. Diperlukannya redefenisi, reposisi dan reaktualisasi yang lebih kongkrit ditubuh TNI terkait peran, fungsi dan tugas TNI dimasa mendatang.

2. Segera meninggalkan pola – pola lama mempengaruhi dan menakut – nakuti dengan bahasa seragam dan senjata.

3. TNI tidak lagi terlibat dalam politik praktis dengan menjaga komitmen dan kosistensi sikap netralitas TNI pada pemilu.

4. TNI sebagai institusi alat negara haruslah kuat dan berdaya, dengan demikin menjalankan fungsi pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara TNI harus diletakan dan meletakan diri pada posisi yang ideal-normatif, keterlibatan TNI dalam mendirikan atau menjadi beking kegiatan bisnis untuk menyalah gunakan wewenang dan tugas pokonya harus dihapuskan agar TNI kuat secara institusional, bukan menjadi “penguasa bayangan” dengan menjadikan “negara dalam negara”.

5. Perlunya melakukan evaluasi terhadap strutur komando terotorial dan efektifitas penempatan aparat TNI di wilayah konflik dan perbatasan yang telah terkontaminasi dengan kepentingan – kepentingan bisnis.

6. Pemerintah perlu melakukan penyelidikan terhadap pola bisnis, motif bisnis dan keuntungan bisnis yang selama ini diperoleh TNI, hal ini penting untuk melihat level keterlibatan aktor – aktor yang korup yang berpotensi melakukan manipulasi, termasuk penyalah gunaan wewenang dan tugas pokonya.

7. Rekonsiliasi di internal TNI itu memang positif, tapi bukan berarti rekonsiliasi itu menghapus dosa – dosa petinggi TNI telah lalu, yang telah banyak melakukan pertumpahan darah anak bangsa dinegri ini, rekonsiliasi untuk perbaikan TNI dengan selalu menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebenaran, bukan malah melakukan perlindungan pada “penjahat berpangkat” dengan dalih nama baik seragam.


Pasca reformasi 1998, yang dapat dianalogikan indonesia ibarat sebuah negara kepulauan yang ditempatkan diatas sebuah meja kerja, yang selama 32 tahun meja kerja itu mutlak dalam pengawasan sang mantan jendral yang biasa dikenal rezim Soeharto, namun tiba – tiba “musibah” (gempa) bagi Soeharto datang, mendadak semua bangunan rancangan mantan jendral diatas meja itu berantakan dan berjatuhan ketanah, properti dan semua aksesorisnya pun berantakan berjatuhan, celakanya adalah pasca gempa tersebut ternyata terlalu banyak mengundang perhatian orang – orang yang kemudian berebut untuk segera ambil peranan untuk menyusun dan membangun kembali bangunan yang bernama Indonesia, dengan mesing – masing “kepala” tampil dan berkata akulah “sang bima”.


Hal ini perlu diwaspadai bagi umat bangsa ini, sebab bukanlah hal yang tidak mungkin, jika situasi ini tidak kunjung “baik”, maka bersiap – siaplah bangkitnya para serdadu untuk pengambil peranan dengan satu alasan untuk negara dan demi negara.


*) Mantan Presiden Mahasiswa BEM Unpar,
Ketua Bidang PPD HMI cabang Palangkaraya

Baca Selengkapnya....




Mikirin apa Neng???

Kamana atuh gaya....

Pada sibuk telp n sms ni

Pasangan Sejati
Rapat-rapat....

Arung Jeram nih

Baca Selengkapnya....

Arifin Asydhad - detikcom

Jakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM) pernah didatangi oleh Joko Suprapto dan Purwanto cs untuk meminta pengakuan atas penemuan pembangkit listrik ajaib dan bahan bakar air. Namun, UGM tidak terkecoh. Pihak UGM melakukan diskusi dan menyimpulkan temuan mereka tak bisa dibuktikan secara ilmiah. Mereka juga telah berupaya menipu.

Berikut kronologi kunjungan Joko Suprapto cs ke UGM sekitar tahun 2005/2006, yang ditulis oleh Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM Sudiartono. Redaksi detikcom mendapatkan kronologi ini pada Rabu (28/5/2008) kemarin.

Kronologi berikut sesuai tulisan dalam kertas dua halaman itu:

1. Pada tahun 2005/2006, Joko Suprapto Cs (+/- 8 orang) datang ke UGM untuk memperlihatkan hasil temuannya dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga (?), dengan menggunakan +/- 2 mobil.

2. Rombongan diterima oleh Rektor UGM (Prof Sofyan Effendi) di rumah dinas rektor. Yang membawa rombongan adalah teman Prof Sofyan Effendi dari Magelang.

3. Dari pihak UGM hadir Sudiartono dan Kusnanto dari PSE UGM, Rektor UGM (Prof. Sofyan Effendi) dan Dr. Chairil Anwar (WR Bidang Kemahasiswaan) .

4. Purwanto, pembicara dari rombongan Joko Suprapto menjelaskan dan mendemokan Pembangkit Listrik Tenaga (?), dengan menggunakan 4 buah batu baterai kecil ABC, dan ada lampu (+/- 60 Watt) serta panel surya.

5. Kata Purwanto, Pembangkit Listrik Tenaga (???) yang diperlihatkan mempunyai kapasitas 25 KiloWatt, sehingga membuat Rektor UGM tertarik untuk membeli untuk keperluan listrik di perumahan UGM.

6. Dalam presentasi, saya tanya apakah di dalam ada accu dan inverter?

Dia jawab tidak ada. Kemudian saya tanya lagi berapa jam lampu akan menyala, dia jawab selamanya (dari sini saya mulai tidak percaya, karena menyalahi hukum kekekalan tenaga).

7. Dari diskusi sederhana tersebut, kami sudah mulai curiga, apa maunya. Maunya adalah minta selembar surat MoU/pengakuan atas hasil ciptaannya dari UGM, syukur kalau UGM mau membantu membiayai riset untuk menyelesaikan Pembangkit Listrik Tenaga (???) kapasitas Megawatt pesanan dari PT Leces, Jawa Timur. Saat itu dia memperlihatkan surat pesanan dari PT Leces ke Rektor UGM.

8. Kemudian dia membagikan kartu nama PT Brahma ......, di bidang energi alternatif berteknologi Mata-Hati. Kemudian dilanjutkan makan siang, dan kemudian Rektor UGM meminta saya untuk mendiskusikan secara ilmiah di Pusat Studi Energi UGM pada hari berikutnya.

9. Sebagai catatan, selama presentasi di rumah dinas Rektor, sopir saya bertanya ke sopir-sopir mobil rombongan. Ternyata mobil yang digunakan adalah rental dari Surakarta.

PADA HARI BERIKUTNYA

10. Di Pusat Studi Energi UGM, salah seorang dari kelompok Joko Suprapto, yaitu Purwanto datang di PSE-UGM dengan menggunakan taksi.

Dari Pusat Studi Energi yang melayani untuk diskusi adalah Sudiartono (Fisika/Geofisika FMIPA-UGM) dan Kusnanto (Teknik Fisika UGM).

11. Sebelum diskusi, saya tanya latar belakang pendidikan dari Purwanto, dia mengaku jebolan dari Fisika IKIP Yogyakarta (yang sekarang UNY). Dan di kartu nama hanya tertulis nama Purwanto, tidak ada gelar Drs. Dan Joko Suprapto lulusan/jebolan Teknik Elektro UGM.

(Tetapi sebagai catatan, saat ini Purwanto sudah menggunakan gelar Drs, yang akhir-akhir ini mencoba mengelabui UMY dengan Pembangkit Listrik Tenaga (???) dan Banyugeni-nya) .

12. Dari hasil diskusi seputar pembangkit listrik tenaga (???), yang katanya tidak ada accu-nya, beliau mulai kesulitan menjawab hukum kekekalan tenaga, dengan mengatakan dan menceritakan perputaran elektron di orbit suatu atom serta tenaga eksitasi elektron yang pindah orbit, dll, dll, yang intinya menceritakan table atom di kuliah Kimia Dasar (Kalau dia dari Fisika memang akan mendapat materi tersebut).

13. Didalam cerita, beliau mempu menciptakan Pembangkit Listrik Tenaga Matahari kapasitas GigaWatt, dengan cara melobangi Ozon. Dan dari sini kami mulai sudah tidak menanggapi lagi, karena sudah kelihatan penipuannya. Dan mulai melontarkan Bahan Bakar Air, dan kami tidak menanggapi.

14. Karena kesulitan menjawab berbagai pertanyaan seputar Pembangkit Listrik, akhirnya saya tebak apakah kotak ajaib yang didemokan merupakan PLTJ (Pembangkit Listrik Tenaga Jin), dan dia jawab tidak.

Kemudian saya tanya

tempat workshop kotak ajaib, dia jawab di Surakarta Jalan Serengan sesuai dengan alamat kartu nama.

15. Pada hari Sabtu, saya ke Surakarta untuk mencari alamat yang dimaksud, dan setelah ketemu ternyata alamat tersebut adalah alamat Direktur PDAM Surakarta dan orang sekitar tidak tahu nama Purwanto dan PT Brahma ... yang ada di kartu nama. Di kartu nama ada nomor fax dengan kode wilayah klaten (0272), nomor tersebut saya kontak yang menerima anak kecil perempuan. Dan nomor tersebut berada diwilayak Pakis-Delanggu.

16. Dan saat itu juga, saya telepon no. HP Purwanto, dan saat saya telepon katanya posisi di Magelang. Dan saya katakan, anda penipu, alamat workshop yang ditunjukkan adalah rumah Direktur PDAM Surakarta.

Dan saya katakan putus komunikasi, karena anda penipu.

17. Hanya yang kami sayangkan, saat di rumah dinas rektor UGM waktu itu, dia mengambil foto-foto Rektor dan yang lain. Yang kami khawatirkan, dengan foto-foto tersebut mungkin akan digunakan untuk mencari mangsa di tempat lain.

18. Berkaitan dengan PT Leces, saya menyuruh staf PSE untuk melacak ke Jawa Timur by phone kebenaran surat pemesanan itu

Demikain sekilas informasi tentang kelompok Joko Suprapto di UGM. Ini semua karena kepanikan masyarakat dan para pimpinan pemerintahan berkaitan krisis energi. Sehingga dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan dan popularitas. Pihak Perguruan Tinggi (UGM/ITB) perlu tanggap dengan hal tersebut, tidak perlu menyalahkan siapa pun, semua salah. Dan mari kita di UGM kita jalin kebersamaan dan keterbukaan baik keilmuan maupun yang lain untuk melakukan riset berbasis produk nyata yang dapat digunakan untuk mengatasi krisis energi dan krisis segalanya.

Yogyakarta, 28 Mei 2008

Pusat Studi Energi UGM

Kepala
SUDIARTONO ( asy / nrl )

http://www.detiknew s.com/indexfr. php?url=http: //www.detiknews. com/indexphp/detik.read/ tahun/2008/ bulan/05/ tgl/29/time/ 152904/idnews/ 947175/idkanal/ 10

Baca Selengkapnya....
Langganan: Postingan (Atom)